Thursday 17 January 2013

perempuan-perempuan itu..

Perempuan seringkali menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi. Apa salahku? Mengapa harus perempuan? Mengapa perempuan yang sudah sedemikian keras berkorban demi keluarga, bekerja membanting tulang di luar rumah sekaligus membanting tulang mengurus urusan rumah tangga, tapi suaminya begitu tega menyakiti, ongkang-ongkang kaki, tidak mau menafkahi, menelantarkan keluarganya, tidak mau tahu urusan rumah tangga, dan lebih parah lagi justru melakukan KDRT.

Kadang hidup memang tidak adil. Ada perempuan yang sudah sedemikian merawat diri, mengeluarkan biaya puluhan juta untuk memuluskan diri, sedot lemak, operasi hidung dan payudara, begitu cantik dan mulus, tapi ternyata suaminya nggak peduli dengannya. Tapi sebaliknya ada perempuan yang gembrot dan tidak mengurus diri, tidak pernah lepas dari daster rumahan, ternyata suaminya begitu setia dan tidak macam-macam.

Ada perempuan karir, punya jabatan tinggi, cerdas, rapi dan wangi, dengan segala kesibukan karirnya yang begitu mengagumkan, tapi ternyata suaminya selingkuh, dan selingkuhannya hanya seorang penjaga toko yang biasa2 saja, baik dari sisi tampang maupun semuanya, malah cenderung terlihat kampungan. Lebih parah lagi, aku pernah membaca kisah seorang artis cantik yang lembut keibuan, yang aku yakin dia menjadi tulang punggung keluarganya karena suaminya yang aktor itu tidak begitu laris…ternyata sang suami punya kebiasaan selalu menggoda dan bermain api dengan pengasuh anak alias baby sitternya.

Mungkin justru lebih bahagia yang biasa2 saja…seperti pasangan tukang korden di depan kompleks perumahanku, kelihatannya sungguh pasangan yang kompak dan bahagia. Mereka tidak kaya, punya usaha membuat korden, dimana tiap kali mereka berboncengan naik motor butut mereka dari rumah ke rumah untuk mengukur jendela pelanggannya, mengantar dan memasangnya bersama2. Pasangan yang sederhana, suaminya hanya memakai kaus dan celana pendek kumal, begitu pula sang istri hanya memakai kaus dan celana tanggung butut yang sederhana. Tapi kelihatannya mereka begitu bahagia, walaupun hidup sederhana..

Begitupun dengan kehidupan suami istri sederhana di Jogja yang dulu sering kutemui ketika aku masih kuliah di sana. Kumal, kucel dan hidup serba kekurangan, tapi aku sering melihat mereka tertawa lepas dengan guyonan2 ala ndeso yang dilontarkan satu sama lain saat mereka makan nasi bungkus di atas tumpukan kardus di trotoar pinggir jalan setelah seharian lelah bekerja. What a life….
Sementara di belahan lain..mengapa ada suami yang begitu tega menyakiti istrinya yang banting tulang menjadi TKW, bermandi keringat dan darah di negeri orang demi perbaikan perekonomian keluarga, disiksa baik fisik mapun mental oleh majikannya di negeri seberang. Sementara suaminya di kampung bersenang2 atas kiriman istrinya dengan main perempuan dan kawin lagi. Belum lagi di pemukiman kumuh di belantara Jakarta ini, suami-suami hanya mabuk2an, main togel dan main palak sana-sini, sedangkan sang istri bersusah payah menghidupi keluarga dengan menjadi buruh cuci di sejumlah rumah, dari pagi hingga malam, demi menghidupi dan menyekolahkan anaknya.
Sebetulnya kita harus bersyukur karena hidup di negeri yang kehidupannya relatif normal untuk perempuan. Belum lama ini aku membaca novel, kisah nyata tentang perempuan di dunia Arab yang sungguh sangat menyeramkan. Aku lupa judulnya…tapi yang jelas tentang keluarga kerajaan dimana hanya ada 1 anaknya yang laki-laki, sisanya perempuan semua. Bagaimana perempuan di sana sama sekali tidak dihargai dan betul2 hanya sebagai pemuas nafsu belaka. Bagaimana banyak ibu2 di Mesir karena sedemikian miskinnya tega menjual keperawanan anak gadisnya yang berumur 12-14 tahun kepada orang2 kaya di Arab yang sedang berlibur di sana. Bahkan si ibu menunggui sendiri anaknya di depan pintu hotel untuk mengantarnya, dan menjemputnya kembali setelah selesai keperawanan anaknya direnggut. Astaghfirullah. Sebetulnya ingin sedikit kucuplik ceritanya di sini, tapi rasanya tidak sanggup…
Kembali ke negeri kita, aku juga tahu ada pasangan yang sudah berumur, di atas 60 tahunan. Sang istri menerima kembali suaminya yang sudah tua dan sakit2an itu, padahal di sepanjang hidupnya sang suami selalu menyakitinya dengan main perempuan sana-sini, menghabiskan harta untuk berjudi, meninggalkan anak istri untuk kawin lagi beberapa kali…sang istri banting tulang berjualan apa saja untuk menghidupi keluarga yang ditelantarkan itu..sampai akhirnya di masa tuanya sang suami terkena stroke, lumpuh dan kembali lagi..dan sang istri dengan ikhlas menerimanya kembali…
Apa sebetulnya yang salah pada diri perempuan2 ini? Tidak ada yang salah. Tapi memang ujian hidup bisa berasal dari mana saja dan dalam kondisi apa saja. Nasib memang tidak ada yang menduga. Terkadang kesalahan fatal seorang perempuan adalah kesalahan di awal dimana dia tidak bisa menebak seperti apa sesungguhnya lelaki yang akan menjadi suaminya.
Idealnya memang kita meneliti dari awal seperti apa calon suami kita..tapi sayangnya itu cuma teori. Dalam kondisi terdesak karena usia reproduksi perempuan yang terbatas, tekanan keluarga dan masyarakat untuk segera kawin karena umur dan malu, keterbatasan untuk memilih, salah pergaulan di masa remaja, belum lagi urusan cinta yang membutakan segalanya, sekaligus rasa belas kasihan pada pasangan atas nama cinta padahal sejak pacaran sudah sering mengalami kekerasan, mudahnya luluh karena rayuan, dan 1001 alasan lainnya yang sulit dijelaskan, pada akhirnya perempuan kembali dihadapkan pada kenyataan, menerima apapun jalan hidupnya.
Oleh karena itu kaum perempuan haruslah tegar dan tangguh. Perempuan dikaruniai kesabaran dan keuletan luar biasa, kemampuan multitasking dan daya survival yang tinggi. Karena itu apapun cobaan yang dihadapi, tetaplah menjadi perempuan yang tangguh, kuat dan tegar, tapi juga tetap penuh kelembutan dan bisa menjadi cahaya walaupun sekecil apapun bagi keluarganya, anak-anaknya dan orang-orang di sekelilingnya…

No comments:

Post a Comment