bertemu kembali dengan sejumlah orang yang membuatku seakan kembali ke dunia nyata. dunia asalku. rasanya memang seperti dituntun untuk kembali berpikir waras. bahwa ingatlah kamu sebetulnya bukanlah kaum metropolis.
bertahun2 aku bekerja di berbagai perusahaan yang profit oriented, lalu sekarang bekerja di institusi yang membuat kewarasanku menjadi terguncang. sebetulnya aku cinta dengan pekerjaanku yang mengurusi manusia, organisasi dan segala pengembangannya ini. dengan catatan manusia di dalamnya beserta manajemennya haruslah waras dan beretika. lebih dari 10 tahun aku bisa bekerja dengan tenang walaupun seabrek target tak henti2nya mengejarku. karena aku tau aku berada di tempat yang cukup fair, profesional dan menjunjung integritas.
tapi kini. aku harus banyak2 bersabar menghadapi office politics dan konflik kepentingan yang sedemikian terbuka antara 2 kubu, 3 kubu malah : dua di antaranya sebagai founder, 1 kubu lainnya dari kaum profesional yang berusaha berpola pikir waras. tapi apa boleh buat, jikalau foundernya mostly dari kaum non profesional, maka sampai bongkok kita paparkan dan coba terapkan seperti apa best practice jika ingin profesional, maka isaplah jempolmu sendiri. useless. frustrated. speechless.
aku tau sebetulnya saat ini aku telah berada di titik aman dalam posisi yang memang sepatutnya aku sudah berada. mestinya aku tutup mata saja. tapi hati nurani memang tak bisa dibohongi. ah sudahlah. aku nggak bisa mengerti kenapa semua konsep pengelolaan organisasi yang profesional dan proven bisa tidak implemented sama sekali di sini. mestinya aku tau kenapa. tapi ya sudahlah.
aku nggak bisa mengerti, kenapa hanya kepentingan diri sendiri dan golongannya saja yang dipikirkan oleh mereka. sementara untuk yang lain, gimana caranya dipersulit. kalau bisa malah ditutup sama sekali kepentingannya. selalu saja merasa kurang dan kurang atas apa yang sudah diperolehnya.
belum lagi pihak2 yang merasa sebagai founder yang ingin menguasai dan campur tangan ke dalam seluruh aspek teknis, dan berusaha mempersulit, sedapat mungkin menggagalkan program yang sudah disusun. aku betul2 nggak mengerti mengapa satu sama lain bisa nggak saling support begini, padahal untuk kepentingan kemajuan organisasi hiks..
sudahlah. karena itu lebih baik kujadikan saja tempat kerjaku ini hanya sebagai mesin ATM untuk menghasilkan gaji. yang penting aku kerja jujur. sisanya aku berkarya di luar saja. aku mengajar di kampus tiap sabtu untuk mengembalikan kewarasan pikiranku. mengajar 2 kelas dengan mahasiswa2 yang kritis selalu membuatku terharu dan bersemangat. aku bantu temanku untuk mengerjakan proyek2 untuk menjaga agar pengetahuan dan profesionalismeku tidak lenyap begitu saja. aku terus berlatih menari jawa dan gamelan untuk menyelaraskan jiwa dan rasaku. aku sedang belajar menulis bersama seseorang yang sangat concern terhadap kehidupan masyarakat sosial. baru taraf belajaran.
dan di usiaku sekarang, akupun tidak berharap menapaki jenjang karir macam2 lagi. semakin tinggi justru membuatku terguncang. jikalau hanya tentang pekerjaan aku sangat sanggup. tapi jika kewarasanku, hati nurani dan kejujuranku yang terguncang, aku tidak sanggup. aku justru ingin banyak berbuat yang bermanfaat untuk orang lain yang membutuhkan.
dan tepat pula aku bertemu lagi dengan Arif. lelaki pertama dalam hidupku. alias pacar pertamaku selama 4 tahun dari aku masuk hingga lulus kuliah, yang mengisi hati dan hari2ku dalam prosesku menjadi dewasa. seseorang yang sampai kini masih kukagumi dalam hal jiwa sosialnya. kebersahajaannya. kepeduliannya terhadap sesama. ketulusannya. dedikasinya terhadap tujuan hidup. Arif yang sejak pacaran denganku telah menjadi aktivis kampus, ketua organisasi ini itu, lalu menjadi dosen di almamaterku. selama 4 tahun bersamanya aku belajar banyak tentang hal2 yang kukagumi tadi.
sampai sekarang dia masih aktif meneliti kehidupan sosial dan masyarakat di berbagai daerah seperti papua dan berbagai kepulauan di negeri ini, terlibat dalam kegiatan corporate social responsibility, kasus2 kekerasan terhadap perempuan, masyarakat kecil dll, menulis buku2 hasil penelitiannya dan masih banyak lagi. dan aku tau kepuasan batin tertingginya adalah ketika dia bisa membantu orang banyak. sungguh sesuatu yang serasa mustahil dalam kehidupan metropolis, kapitalis, hedonis, menilai segala sesuatu dari kesuksesan karir dan finansial, material semata seperti di jakarta ini. dan juga kehidupanku kini. hiks.
aku seperti tertampar ketika belum lama ini dia mengingatkan aku tentang dulu kami pernah membantu panti asuhan di giwangan jogja. waktu itu ayahku juga yang menginspirasi. dulu waktu aku kuliah kerja nyata di sebuah desa nun jauh di sana, aku dan teman2ku membuat ini itu yang ditanggapi dengan baik oleh penduduknya, bikin demo keterampilan memasak, bazar sembako, mengajar anak esde tentang kebersihan, bikin layar tancap, bikin program KTP masal, penyuluhan kesehatan ini itu.. bahagia banget walaupun cuma itu yang bisa kita buat sebagai mahasiswa.
tapi kini? kemana saja kamu dy? oh kehidupan duniawi jakarta. maafkan aku. biarpun tiap bulan aku tak pernah melupakan kewajibanku untuk menyisihkan sedikit penghasilanku lewat bazis, tapi aku tak pernah langsung turun tangan seperti dulu lagi. lalu dia bercerita banyak tentang penelitian sosial yang dia lakukan terhadap masyarakat. oh Arif. ajari aku dong menulis sepertimu. aku mau banget belajar darimu. tapi jangan suruh aku berkutat dengan teori2 sosial, karena aku cuma bisa menulis begini2 saja hehe..
lalu aku bertemu dengan beberapa sahabat kuliahku yang berpikiran mirip. kita sedang mencoba rutin menyisihkan sedikit rezeki tiap bulan untuk dibelikan kebutuhan pokok untuk disalurkan ke beberapa yayasan sosial anak2. dan kemarin aku baru bertemu teman juga. mbak dina dan temannya. temannya sedang mendirikan sekolah gratis untuk anak2. mudah2an bisa bantu2 sedikit juga. yang penting niat dan ikhlas.
tiap kali aku menengok kehidupan kantor dengan segala ketidakpuasan orang2 di dalamnya atas apa yang sudah diperoleh, aku cuma bisa menghela napas, rasanya yang kita butuhkan sebetulnya sedikit saja, karena selebihnya adalah kerakusan…
No comments:
Post a Comment