Wednesday 19 September 2018

cerita hajiku : menuju perjalanan haji

Tahun 2018 memang banyak sekali peristiwa terjadi dalam hidupku. Dimulai dari awal tahun ketika diinformasikan bahwa kuota haji untuk kita berdua mendadak maju jadi tahun ini, dimana seharusnya masih tahun depan. Tadinya kita udah planning ini itu, tahun 2019 fokus haji karena tahun 2018 banyak hal harus diselesaikan, salah satunya fikri mau masuk kuliah dan dia hanya mau di kedokteran yang udah pasti biayanya mahal banget. Di samping itu kita udah beli tiket untuk trip ke suatu tempat sesudah lebaran yang udah jauh-jauh hari dibeli dengan harga promo.

Namun Allah punya maksud lain dengan memajukan haji kita jadi 2018 ini. Menurutku yang terutama adalah karena dosaku sebagai manusia memang udah terlalu menggunung, jadinya aku duluan dipanggil berhaji untuk bertaubat. Kemudian aku juga sudah berjanji kalau naik haji maka harus pakai hijab, jadinya sebulan sebelum naik haji akupun berhijab. Sebetulnya sejak berbulan-bulan sebelumnya aku juga udah pakai hijab, tapi hanya di luar kantor. Tapi sejak udah pasti keberangkatannya, akupun fully berhijab baik di dalam maupun luar kantor, yaitu masuk kantor sesudah lebaran 2018.
Urusan biaya pasti besarnya, kebetulan kita mendaftar haji sekitar 4-5 tahun sebelumnya melalui haji plus di salah satu travel biro haji umroh. Dulu waktu mendaftarpun benar-benar memaksakan diri karena uang mukanya besar banget 4-5 tahun yang lalu, dimana bonus2 dari tempatku bekerja langsung kusetorkan. Itupun travel bironya juga bukan yang bagus2 banget, tapi yang penting dengan haji plus untuk urusan antrian kuota udah terbantu banget waktu tunggunya dibanding regular yang 10-15 tahun, sedangkan tentang fasilitas malah aku nggak terlalu mikirin. Hal itu pula yang membuatku nggak kepingin ikut umroh sebelum haji, karena uang umroh lebih baik aku tabung buat melunasin sisa biaya haji plus itu.

Kendala kemantapan haji juga sesuatu banget buatku. Kita sempat menimbang2 mundur ke tahun berikutnya sesuai jadwal awal karena pertimbangan fikri masuk kuliah, kesiapan mental dan biaya juga. tapi jika Allah sudah berkehendak memanggil, maka tak ada satupun yang kuasa menahannya. Semuanya pasti terjadi.
Dimulai ketika bertubi-tubi masalah datang, terkait masalah keluarga yang membuatku benar-benar merasa terpuruk dan tak hentinya menangis, membuatku meminta penundaan haji ke tahun berikutnya karena aku nggak sanggup dan harus menata diri. Lalu fikri masuk kuliah yang prosesnya perlu berbulan2 karena menunggu hasil tes sbmptn dan tes2 mandiri yang membutuhkan banyak biaya baik untuk bimbel khusus maupun transportasi udara kesana kemari yang ujung2nya dia diterima di kedokteran atmajaya di Jakarta. biaya yang dikeluarkan untuk bimbel dan proses tes PTN luar kota sana sini sungguhlah banyak, belum lagi uang pangkal di FK yang besar banget, di luar biaya kost dekat kampus dan perlengkapannya, biaya buku-buku dan masih banyak lainnya.

Aku juga bersyukur banget bahwa mr.hubby justru yang berinisiatif memantapkan haji harus jalan tahun 2018 ini dan dia mengusahakan pembayaran tahap 2 seluruhnya dari dia di bulan februari 2018. Untuk tahap 1 uang muka kan dari aku yang full membayar 4-5 tahun yang lalu. Untuk tahap 3 pelunasan di bulan april-mei 2018, Alhamdulillah ada rejeki, rumah kita di bintaro sewanya diperpanjang oleh penyewanya, jadi tinggal tambahin sedikit untuk pelunasan biaya hajinya.
Dari pengalaman yang kualami, aku bisa menyimpulkan sendiri bahwa haji yang kujalani ini merupakan:

a.       Ibadah yang membutuhkan finansial yang kuat
Kesiapan finansial dimulai dari sejak pengumuman nomor porsi masuk dalam pemberangkatan tahun 2018 ini. kita sudah harus mulai memikirkan biayanya, mengingat masih ada 2x lagi tahap pembayaran setelah uang muka aku bayar 4-5 tahun lalu. Biaya haji plus itu lumayan banget mahalnya tapi sangat menolong dalam hal memperpendek antrian dari semula 10-15 tahun menjadi 4-5 tahun saja. untuk fasilitas sangat tergantung pada travel masing-masing. kebetulan travelku biayanya masih dalam kategori haji plus yang biasa aja jadi fasilitasnya juga standar, dan buatku nggak masalah karena aku mengejar waktu antrian kuota dan ingin fokus ke ibadahnya, bukan mementingkan fasilitasnya.

Finansial yang kuat juga dibutuhkan mengingat aku meninggalkan 2 anak yang sedang banyak2nya butuh biaya untuk kuliah dan sekolah, dan harus mengongkosi kakak2 dan keponakanku dari jogja ke Jakarta pp untuk bergantian menemani anakku, karena mertua dan ibuku secara fisik sudah tidak bisa menemani. Bahkan aku sudah memikirkan kemungkinan terburuk bahwasanya mungkin aku dan mr.hubby tidak bisa kembali karena kita tidak tau takdir yang terjadi di saat haji. Oleh karena itu aku sampai mengeluarkan biaya yang lumayan untuk pembuatan surat wasiat hibah. Semua yang kita punya sudah diinventarisir untuk diwasiathibahkan ke kedua anak kita kalau terjadi apa-apa, dengan penunjukkan kakak laki-lakiku sebagai wali hingga mereka berusia 21 tahun dewasa secara hukum. Yang kubuat ini juga bukan karena berlebih2an juga, karena ayahku meninggal di saat menunaikan ibadah hajinya yang terakhir (beliau naik haji beberapa kali karena memang jaman dulu cukup mudah untuk naik haji tidak perlu antrian), jadi memang kita harus bersiap diri, jangan sampai menyusahkan kehidupan anak-anak yang ditinggalkan, mengingat fikri baru masuk kuliah di kedokteran yang membutuhkan banyak sekali biaya dan Selma sebentar lagi masuk kuliah, dia pengen masuk ke arsitektur yang juga butuh biaya banyak.

Biaya juga dibutuhkan untuk perbekalan baik sebelum berangkat ataupun selama disana. Sebelum berangkat kita harus melengkapi kebutuhan selama menjalankan ibadah haji, yang terdiri dari pakaian, perlengkapan, makanan dan obat-obatan, dan semua itu nggak bisa dibilang murah. aku sempat cuti sehari untuk berbelanja semua kebutuhan selama haji, dilanjutkan dengan belanja printilan di hari-hari lain sepulang kerja. Aku bersyukur barang-barang yang kubeli hampir semuanya terpakai dan efektif, bahkan stok obat-obatanku laris manis dimanfaatkan teman2 sekelompok.

Lalu sebelum berangkat haji, ditunaikan dulu semua kewajiban-kewajiban kita supaya tidak membebani pihak-pihak yang ditinggalkan. Misalkan gaji pembantu, supir, bensin, iuran satpam kompleks, iuran macam2 lainnya, uang sekolah bulanan, uang pangkal kuliah, SPP kuliah, uang kost anak deket kampusnya, uang buku anak yang baru masuk kuliah, uang saku anak, uang bulanan orang tua, cicilan ini itu dll sudah kita bayar dimuka. Sedapat mungkin cicilan dilunasi, ataupun kalau tidak sudah disediakan di rekening untuk beberapa bulan ke depan, tinggal dipotong saja. lalu uang untuk operasional rumah tangga dititipkan ke anak, mengingat anakku sudah kuliah dan SMA jadi nanti dia yang akan mengurus keperluan rumah tangga. Kita juga perlu beli kambing untuk kurban, yang kali ini dititipkan ke travel biro karena kurbannya akan dilakukan di Arab Saudi, hitung-hitung seumur hidup sekali kurban di tanah suci.

Lalu bekal selama haji, khususnya untuk keperluan pembayaran dam (denda), uang tips untuk supir bus dll, sedekah dan oleh-oleh.

b.      Ibadah yang membutuhkan kesiapan mental yang kuat
Kesiapan mental memang sangat dibutuhkan. Yang harus dilakukan adalah banyak-banyak berdoa mohon ampunan, memperbaiki kualitas ibadah dengan sekuat tenaga, mohon dilancarkan semua ibadah selama menjalankan haji. Baru kali inilah di seumur hidupku aku merasakan betapa khusyuk dan berkualitasnya ibadah selama Ramadhan kulakukan, yaitu bulan Ramadhan yang kulalui sebelum berangkat haji. Seperti yang kutulis sebelumnya bahwa aku adalah manusia dengan dosa menggunung, aku menangis di tiap sholatku setelah dipastikan aku berangkat haji, bahkan manusia pendosa seperti aku apakah pantas menunaikan ibadah haji, entah bagaimana kelak kesulitan yang bakal kuhadapi sebagai hukuman Allah padaku di saat aku menunaikan ibadah haji, aku cuma bisa memohon ampun kepada Allah.

Mengingat aku benar-benar merasa nol pengetahuannya mengenai haji, sebagai persiapan mental aku tidak sekalipun meninggalkan manasik haji yang dijadwalkan oleh travelku, pengajian2 ustadz dari travelku juga dengan tekun kuhadiri. Pokoknya setiap sabtu dan mingguku hanya untuk persiapan haji dan rasanya aku tetap nggak merasa siap secara mental juga hiks.

Sebelum berangkat haji, ibuku mengadakan walimatussafar mengingat ada 2 pasang anaknya yang naik haji berbarengan, yaitu aku dan mr.hubby dari Jakarta, dan kakak kandungku dan suaminya yang berangkat dari travel di jogja. Walimatussafar ini menjadi ajang permohonan maaf, memohon doa keselamatan dan kelancaran, menitipkan anak2 selama menjalankan haji. Di kantor juga diadakan kegiatan walimatussafar untuk pegawai yang akan berangkat haji oleh pengajian kantor. Semua kita jalani dengan harapan dan doa semoga semuanya dilancarkan.

c.       Ibadah yang membutuhkan fisik yang kuat
Tidak bisa dipungkiri bahwa ibadah haji merupakan ibadah fisik selama berminggu-minggu, membutuhkan fisik yang prima. Yang jelas jalan kaki memang harus selalu dilakukan tiap hari, yang terdiri dari jalan kaki dari hotel ke masjid pp belum termasuk nyasar2nya, thawaf 7 putaran dan sai 7 putaran baik untuk yang wajib maupun umroh, di luar thawaf sunnah, jalan kaki ke jamarat untuk lempar jumroh pp, jalan kaki dari bus ke maktab di mina pp, dan jalan kaki lainnya untuk berbagai keperluan. kebetulan aku punya recording di hp tentang jarak jalan kaki, dimana pas puncaknya aku pernah rekor dalam sehari jalan kaki 16km yang terdiri dari subuh2 thawaf ifadhah dan sai, dilanjutkan jalan kaki dari masjid ke terminal pemberhentian bus umum karena jalan ditutup untuk idul adha, lanjut jalan kaki dari bus ke maktab lanjut lagi jalan kaki ke jamarat untuk lempar jumroh bolak balik.  Lainnya sehari-hari jalan kaki sekitar 3-5km, pernah juga 13km saat thawaf sunnah berikut jalan kaki lainnya dalam sehari.
 
Tapi entah kenapa nggak berasa capek dan berat ya. padahal aku nggak persiapan yang khusus-khusus banget, apalagi aku ada masalah di lutut. Dalam rangka haji ini sebetulnya aku sudah merencanakan untuk latihan jalan kaki setidaknya 3-4km di hari sabtu minggu dari beberapa bulan sebelumnya, tapi apa daya cuma terlaksana 3-4 kali saja karena sabtu dan minggu selalu full dengan manasik, urusan kuliah anak dan urusan persiapan haji lainnya, sedangkan hari-hari kerja untuk nggak sanggup karena tiap hari kerja sampai rumah udah jam 7 malam.  terakhir kali latihan jalan kaki rasanya berat banget 3-4km di SCBD dan udah pasrah aja bakal menemui kesulitan nanti pas jalan kaki di haji, tapi ternyata Alhamdulillah semua baik sehat lancar bahkan dengan rekor 16km jalan kaki di puncak hajipun aku ternyata masih survive aja, bahkan lututku yang bermasalah pun aman2 aja, Alhamdulillah..

Alhamdulillah juga secara fisik aku sehat2 aja walaupun selera makan berkurang drastis. Pada dasarnya sehari-hari aku memang susah makan, tapi selama haji ini aku benar-benar nggak selera makan. alhasil tiap hari aku cuma ngambil 2-3 sendok makan nasi dari piring temen sekamar trus dimakan pake abon yang kubawa sendiri. abonlah yang membuatku masih mau makan karena buatku semua makanan rasanya tasteless. aku paksain sehari sekali makan buah pir atau apel, sisanya minum teh panas manis dan air putih, serta selama di mekkah sebisa mungkin minum air zamzam. Apalagi waktu di mina, karena melihat kondisi toilet yang kotor dan super antri, aku makin nggak doyan makan.

Mengenai fisik ini, kayaknya hampir seluruh jamaah haji di seluruh dunia pasti kena flu batuk pilek yang membahana, kontes batuk di seluruh penjuru masjid baik masjidil haram maupun masjid nabawi. Batuknya ini yang jenis yang belum bisa berhenti kalo belum keluar airmatanya nangis. Aku minum obat-obatan Indonesia yang kubawa, trus disambung obat flu dan batuk yang dibeli di apotik di arab. Konon memang harus obat dari sana yang manjur.

Demikian ceritaku menuju perjalanan haji ini. Selanjutnya kita cerita tentang rincian perjalanannya ya..






 

No comments:

Post a Comment