Wednesday 19 September 2018

cerita hajiku : hari-hari ibadah inti haji

Tarwiyah dan Muzdalifah
Dan tibalah saat puncak ibadah haji. Dini hari bangun untuk tahajud, mengaji, sholat subuh berjamaah, pengajian, sarapan, lalu kita sudah siap-siap mandi ihram, lalu sholat sunnah ihrom, sholat dhuha, mengaji sendiri dan bersiap menunggu pengumuman selanjutnya. Kita berangkat naik bus dalam kondisi berihram dengan membawa travel bag sesuai kelompok rombongan masing-masing menuju Mina untuk tarwiyah. Semuanya mulai berniat haji dalam pakaian ihram dipandu oleh ustadz. Sampai di Mina berjalan kaki ke maktab 113, menaruh travel bag masing-masing.



Terasa betapa sumpek dan panasnya tenda di maktab itu, walaupun tendanya sudah dilengkapi AC tapi memang suhu mencapai 45 derajat dan tenda diisi dengan 400an orang dengan luasan 1m x 1,8m tiap orang untuk duduk sekaligus tidur, baru benar-benar berasa panasnya. Sholat dilakukan dengan cara dijamak qoshor sesuai arahan ustadz karena kondisinya memang berat banget, karena sholatnya di atas busa sempit, wudhunya juga hanya diusap dibasahi dengan aqua di tempat masing-masing. tidak perlu kuatir basah karena dalam 10 menit langsung kering lagi saking panasnya hawa.



Dalam duduk setengah bersandar dan sempit banget dalam tenda itu kita melantunkan doa-doa, mengaji, berdzikir, sholat, makan dan segala macam lainnya sampai dengan isya. Sambil terbayang nanti setelah wukuf kita akan habiskan 4 hari 3 malam di tenda itu lagi dalam kondisi panas dan sempit. Di dalam tarwiyah itu aku benar-benar bermunajat, memohon ampunan atas segala dosa-dosaku yang sedemikian banyaknya, mohon dijauhkan dari siksa kubur dan api neraka, mohon diberikan kelancaran, kesehatan dan kemudahan dalam menjalankan ibadah haji ini, serta berbagai doa dan permohonan lainnya yang kupanjatkan baik buatku, buat orangtuaku, buat suami dan anak-anakku, doa titipan dari teman2ku dan doa buat semua muslim dan muslimah di dunia ini. Air mata mengalir di sela-sela berbagai doa dan permohonanku, serta permohonan ampunan ini. aku benar-benar merasa kecil dan tak berdaya. Sementara itu cuaca super panas dan pengap dalam tenda ini, membuatku dalam pakaian ihram yang super rapat ini makin berasa tak berdaya saking panas dan pengapnya. Kipas angin kecil (mini fan) dan spray isi air zamzam sangat membantuku dalam hal ini, berdoa khusyuk dengan tangan kiri bergantian menyemprot spray ke muka dan mengarahkan mini fan ke muka untuk mengurangi hawa super panas ini.


Kita sholat lagi maghrib dan isya dalam kondisi jamak dan qoshor karena kondisi di tenda. Dan selepas maghrib terjadilah badai pasir selama 2 jam. itu benar-benar pengalaman tak terlupakan karena tenda terguncang-guncang, pasir berhamburan masuk, lalu bagian besi-besi penyangga atas tenda mulai berjatuhan, atap tenda terhempas sana-sini, dan beberapa kali bergemuruh bergoyang sangat kencang. Di tenda bapak-bapak bahkan AC ada yang copot dan pintu tenda copot. 



Aku benar-benar ketakutan, begitu pula ibu-ibu lainnya dalam tenda ini. semuanya tiarap, istighfar dan mohon keselamatan. Hampir semuanya menangis dan berpelukan saling menguatkan. Bahkan aku sudah pasrah mungkin inilah saat terakhirku. Tapi aku merasa amat ikhlas karena sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk anak2ku, dan aku berada di sini untuk beribadah haji. di situ juga dikabari bahwa di arafah hujan badai lebat, padahal saat itu puncak musim panas.

Dari sebelum maghrib hingga kira-kira jam 9 lepas isya itu akhirnya badai pasir berangsur-angsur reda. Kami semuanya mengucapkan syukur tak terhingga. Ustadz menyampaikan agar kita bersiap-siap jam 11 malam menginggalkan mina untuk mabit di muzdalifah dan lanjut ke arafah untuk wukuf sampai besok malam. Travel bag agar ditinggalkan untuk keperluan di mina sepulang dari arafah.

Kita menaiki bus dengan berbekal tas punggung berisi Al Quran, buku doa, atasan mukena dan sajadah lipat tipis, 1 set baju ganti untuk jaga-jaga jika terkena najis. Aku membawa bekal mini fan dan spray untuk hawa panas serta alas kain pantai untuk alas nanti pas wukuf.

Perjalanan dari mina ke muzdalifah lanjut ke arafah sebetulnya ditempuh tidak kurang dari 30-45 menit di hari biasa. tapi berhubung kepadatan musim haji, perjalanan bisa berjam-jam ditempuh. Dari keberangkatan jam 11 malam, bus baru sampai di arafah jam 3.30 pagi. entah nyasar kemana bus kita karena padat dan juga arus dialihkan oleh pemerintah setempat. Kita mabit sebentar di muzdalifah, dan lanjut ke arafah setelah melewati malam. Selama itu pula sampai dengan selesainya wukuf di arafah kita masih harus tetap dalam kondisi berihram dengan berbagai larangannya.

Wukuf di Arafah
Sampai di arafah kita jalan kaki menunju tenda arafah yang dibagi menjadi tenda pria dan wanita tiap travelnya. Tendanya cukup besar, lega dan dingin tidak seperti di Mina. Sampai di sana, sholat tahajud dan mengaji, lalu sholat subuh dan istirahat sampai dengan saatnya tenda wanita dipakai untuk wukuf bersama-sama semuanya, mulai sebelum dzuhur. Dan disitulah AC mulai tidak berasa karena saking panasnya dan penuhnya jamaah, sekitar 700 jamaah dipaksakan masuk dalam 1 tenda. Bahkan untuk berdiri sholat saja perjuangan banget.

Aku benar-benar merasa kekhusyukan yang teramat sangat di waktu wukuf itu walaupun kondisi cuaca super panas dalam tenda yang penuh dengan jemaah ini, dan AC mati 2x selama beberapa waktu. dari mulai setelah dzuhur sampai dengan maghrib waktu wukuf yang sangat berharga dan menjadi inti dan wajib haji ini. Dalam waktu yang sangat berharga dan singkat itu Allah dan beserta ribuan malaikat turun ke bumi arafah ini untuk mendengarkan semua permohonan ampunan dan doa-doa kita. Di saat itulah Allah membanggakan manusia yang sedang berwukuf di arafah dalam ihramnya di hadapan malaikat. Dalam kondisi manusia yang sedemikian kumalnya dalam kain ihram berhari-hari, tapi justru di saat itulah Allah membanggakan manusia di hadapan para makaikat, bagaimana manusia dalam ketakwaaan dan kepatuhannya.

Di saat mulainya wukuf itu di saat adzan dzuhur dan mulainya khutbah wukuf, semua jamaah haji termasuk yang sakit keras dan dalam kondisi sakratul maut harus dibawa ke padang arafah ini demi waktu yang sangat berharga selama wukuf itu, oleh karena itu bunyi sirine ambulans silih berganti dengan deru helikopter di atas padang arafah membawa jamaah-jamaah dalam kondisi kritis tersebut agar bisa berwukuf walaupun dari udara dan dari ambulans.


Selama wukuf itu pulalah tak hentinya aku berdoa, memohon ampunan atas segala dosa-dosaku dan dosa orangtua, suami dan anak2ku, mohon dijauhkan dari siksa kubur dan api neraka, mohon dapat dikumpukan di surga bersama orang-orang yang sholeh dan sholehah, mengucapkan berbagai doa dan permohonan untuk diriku sendiri, untuk orang tua, untuk suami, anak-anak dan saudara2, berbagai titipan doa dari teman2 dan kerabat, mendoakan semua umat muslim di dunia dan umat yang sedang berhaji, berdzikir, mengaji, sholat dan berbagai ibadah lainnya. air mata tak henti2nya mengalir memohon ampunan dan memanjatkan doa. di jam-jam berikutnya, aku dan mr.hubby khusyuk berdoa berdua bersama, suamiku berdoa memanjatkan permohonan, aku mengamini, doa untuk kita berdua agar dikaruniai rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rohmah, saling setia dan saling mencintai hingga akhir hayat kita, menjadi jodoh dunia dan akhirat, dihindarkan dari perbuatan dosa dan tercela, doa untuk keberhasilan studi dan masa depan anak-anak kita, doa untuk orang tua kita, kelancaran pekerjaan dan rizki kita berdua, kelancaran berbagai urusan di dunia, dan keselamatan di dunia dan akhirat.


Di akhir waktu wukuf itu kita dikumpulkan oleh ustadz di tanah lapang, sekali lagi berdoa bersama memohon ampunan dan keselamatan dunia dan akhirat, lalu berdoa lagi sendiri dan berdua suami hingga waktu wukuf berakhir dengan sholat maghrib berjamaah. Setelah makan malam yang lagi-lagi aku cuma bisa mengambil beberapa suap dari piring mr.hubby, kita berkemas dan meninggalkan tanah arafah. Tanah arafah yang menjadi tanah istimewa di saat wukuf setahun sekali, kembali tanah biasa saja seperti tanah lainnya.



Thawaf Ifadhah
Kita kembali ke apartemen dulu dan belum boleh lepas ihram. Rasanya nikmat sekali tiba di apartemen yang kamarnya dingin secara di Mina dan Arafah sedemikian panasnya, walaupun harus menghadapi lagi teman2 khususnya mbak hani dan bu tiwi yang nggak akur itu.

Setelah istirahat sejenak, kita sudah langsung diminta untuk siap-siap thawaf ifadhah yang harus selesai sebelum sholat subuh. Kita berangkat sekitar jam 3 pagi ke masjidil haram, melakukan thawaf ifadhah di tengah kepadatan jamaah, shalat sunnah thawaf dan dilanjutkan dengan sai. Pada saat sai itulah masuk waktu subuh, dimana di putaran ke 5 kita selingi sholat subuh dulu, lalu lanjut lagi sai 2 putaran sisanya. Itulah pertama kalinya kita sholat subuh di masjidil haram. Kelar subuhan dan sai kita sudah harus segera keluar karena masjidil haram ditutup untuk sholat Idul Adha. 



Kita terpaksa mencari-cari pintu keluar karena hampir semua pintu sudah ditutup. Sampai akhirnya bisa keluar dan kita mulai berjalan kaki mencari terminal terdekat karena jalanan ditutup sehingga bus travel tidak bisa masuk.

Kita naik bus khusus angkutan haji dari pemerintah arab, tiba di suatu terminal dimana bus travel sudah menunggu. Sampai di apartemen rasanya lega banget karena sudah bisa tahalul akhir dan melepas ihram. Mr hubby dan rombongan bapak2 saling bercukur gundul sampai kelar sekitar jam 10 pagi, lalu kembali ke kamar untuk melepas ihram dan mandi-mandi.


Lempar Jumrah dan Hari-hari di Tenda Mina
Sore itu juga kita sudah harus kembali ke Mina untuk melempar jumrah dan tinggal selama 4 hari 3 malam di tenda Mina. Lagi-lagi kita harus berjalan kaki lumayan jauh dari tempat turunnya bus ke maktab, dilanjutkan ke tempat lempar jumrah dan balik lagi ke maktab tenda. Alhasil dari hitungan kilometer hp-ku, total sehari itu kita berjalan kaki sejauh 16km mulai dari thawaf, sai, perjalanan ke terminal bus, jalan dari bus ke maktab, jalan ke jamarat dan balik lagi ke maktab. Tapi Alhamdulillah semua berjalan lancar dan tidak terasa capek.



Kelar lempar jumrah jam 5.30 itu, kita istirahat ke tenda. Suasana tenda penuh sesak oleh barang-barang dan kasur busa. Kita harus menyelesaikan urusan toilet juga yang kotor dan antrinya banget2. Dalam 1 maktab yang terdiri dari 2500 jemaah hanya tersedia sekitar 20 toilet wanita dan 20 toilet pria. Tapi semua harus diterima dengan lapang dada dan bersabar. Dan semua itu harus dijalani selama 4 hari 3 malam.

Aku menyiasati urusan toilet itu dengan cara setelah subuhan begitu salam selesai langsung lari ke toilet, karena biasanya belum terlalu rame secara orang2 masih lanjut berdoa. Aku cuma mandi sekali di waktu abis subuh itu, lalu malam hari sepulang jumroh langsung buru-buru ke toilet untuk membersihkan diri pakai washlap disposable dan mengganti dalaman gamis, di saat orang-orang masih kecapekan begitu sampai ke tenda. Gamisku hanya ganti sehari sekali di pagi hari setelah mandi, sedangkan malam hanya ganti dalaman. Untuk celana dalam aku pakai yang disposable panties sekali pakai. Disposable panties ini berguna bangetttt, cari yang ukurannya benar2 nyaman dan belinya di apotik ternama misal guardian, century, Watson jadi kualitasnya bagus. pastikan sebelum beli 2-3 lusin, coba beli dulu sedikit trus dicobain untuk memastikan benar2 enak dipake.

Selama 4 hari 3 malam itu kita lempar jumroh sesuai jadwal yang diberikan oleh pemerintah arab melalui travel. Jangan coba2 berinisiatif jalan sendiri karena risikonya gede. Pernah kita pagi2 berdua coba jalan ke depan maktab liat2 siapa tau bisa jalan sendiri, ehh ternyata ruamenya luar biasa rombongan dari berbagai negara yang bodinya gede-gede banget, yang berkulit hitam dll dan semuanya sangat serba terburu2 dan gerudukan jalannya. Kita langsung mlipir balik masuk ke maktab. Ngeri banget kalo nanti terjadi apa2. Jadwal dari travel sih selalu malam hari sesudah maghrib atau isya.

Selama di mina memang banyak sekali keluhan dari para jamaah mengingat semuanya serba terbatas. Satu tenda travel yang perempuan diisi oleh 400an jamaah, jadi tiap orang cuma dapat jatah sekitar 1m x 1,8m untuk diri sendiri duduk sekaligus sholat sekaligus tidur, itupun masih diisi travel bag di kaki. trus makan harus antri. Tapi urusan makan buatku bukan masalah karena aku memang nggak selera makan, jadi cuma nowel2 dikit di piring temen ditambahin abon yang kubawa, atau makan pir 1 biji itupun biasanya nggak abis. Urusan toilet yang PR banget karena jumlahnya sangat terbatas untuk 1 maktab yang berisi ribuan jemaah, di samping kotornya minta ampun. Oya air yang keluar juga puanas banget karena suhu di mina mencapai 45 derajat. Jadinya aku mengakali urusan air ini dengan menampung 2-3 botol air keran yang panas itu di tempat wudhu ke dalam botol aqua bekas, nanti dipake untuk cuci muka atau basuh pipis atau wudhu di waktu berikutnya, dimana air panasnya udah rada ademan karena udah beberapa jam yang lalu disimpen. Aku juga nggak memaksakan diri untuk wudhu antri di tempat wudhu karena antri banget dan airnya panas banget, tapi melipir wudhu di ujung tempat wudhu yang sepi dengan menggunakan air di botol bekas aqua yang udah ademan airnya, begitu pula buat cuci muka.

Tapi so far untuk di Mina Alhamdulillah aku masih enjoy2 aja di saat teman2 berkeluh kesah, apalagi membanding2kan dengan travel2 lain yang plus plus banget, sedangkan travel kita plus yang standar banget. Travel lain mengambil nafar awal dimana dalam 2-3 hari udah selesai lempar jumrohnya, sedangkan kita diputuskan nafar tsani jadinya diperpanjang waktunya hingga 4 hari dimana waktu berpanas2an di tenda bertambah lagi. salah satu pertimbangannya karena jumlah peserta dari travel kita mencapai 700 orang, jadi diminta untuk keluar terakhir di saat yang lainnya udah bubaran. Belum lagi travel yang plus plus banget itu bahkan tidak sampai menginap di tenda, melainkan menunggu di tenda sampai lewat jam 12 malam trus balik ke hotel atau apartemen, lalu besoknya datang lagi dan seterusnya. Jadi mereka nggak mengalami stay di tenda yang super panas, makanan yang antri panas2an dan toilet yang minim, super antri dan kotor.

Tapi lagi2 aku juga berpikir bahwa aku bisa sampai di sini aja udah Alhamdulillah banget. Selain itu  juga aku udah biasa bergembel-ria traveling kesana kemari dengan biaya yang super irit dan akomodasi transportasi yang pas2an, juga jalan kaki jauh kesana kemari selama traveling demi menghemat.  Jadi buatku selama haji ini menurutku semuanya baik2 aja, enjoy aja, yang penting khusyuk, sehat dan lancar sesuai jadwal.

Dan berakhirlah puncak ibadah haji itu dengan selesainya lempar jumroh terakhir kita di nafar tsani.

Alhamdulillah semua berjalan dengan lancar. Di jumroh terakhir itu kita berdua dititipin badal jumroh oleh bu tiwi dan suaminya yang berhalangan karena sakit, sekaligus mereka trauma karena ramenya jumroh kemarin mereka hampir terpental. Oya aku melempar jumroh juga dengan sekuat tenaga sebagai representasi rasa kesel terhadap para setan yang telah mengganggu manusia, khususnya aku.

Malam terakhir itu kita keluar dari area maktab di mina dan kembali ke apartemen. Alhamdulillah kita semua diberikan kekuatan, kemudahan dan kelancaran dalam menjalankan puncah ibadah haji. Lega banget rasanya. kita bersiap untuk ibadah-ibadah selanjutnya...





No comments:

Post a Comment