Sunday 23 May 2021

kenapa sih harus nikah muda?

baca2 berita tentang salah satu seleb, dulu heboh nikah muda di usia 17 tahun dengan bangganya lalu sekarang cerai setelah 5 tahun..

hmm 17 tahun nikah? umur 17th aku masih awal kuliah tuh (aku umur 5,5 tahun udah esde), lagi semangat2nya kuliah sambil ikut berbagai kepanitiaan kampus, ikut marching band, nyambi2 nyari duit dengan ngajar bimbel dan bikin terjemahan, dan tak lupa pacaran dengan mantan hehe..

dan ketika umur 21 lulus kuliah dari UGM sebelum wisuda aku udah keterima jadi management trainee di bank swasta ternama. aku hijrah dari jogja ke jakarta.

barulah abis itu pacaran beberapa kali sampe ketemu mr.hubby di usia 23 tahun trus umur 24 beneran nikah pas di ultahku, mr.hubby umurnya 28 tahun.

jadi aku dan mr.hubby tuh nikah memang dalam kondisi secara mental siap. salah satunya karena aku sendirian kerja di jakarta dan diminta cepat nikah karena Bapak meninggal waktu naik haji. untungnya mr hubby sudah sempat bertemu beliau sehingga aku lebih tenang.

jangan dikira kita siap secara finansial ya, karena awal2 bekerja maka gajiku beneran pas2an, lalu mr hubby bukan orang kaya dan dia malah harus keluar dari kerjaan waktu nikah. 

jadi karena aku dan mr hubby kerja satu kantor maka salah satu harus keluar dan mr hubby yang memutuskan keluar karena dia lebih mudah dapat kerjaan mengingat lulusan FEUI dan aku karena perempuan udah pasti bakal hamil dll jadi harus secure dulu pekerjaanku karena bakal susah kalo nyari lagi.

nah mr hubby resign tapi ternyata di kantor barunya yang multinational itu gak betah karena bossnya orang India. alhasil dia keluar sedangkan pernikahan sudah di depan mata. dia juga bukan anak orang kaya, malah keluarganya secara ekonomi jauh di bawah keluargaku, tapi educated.

tapi aku memang bukan perempuan matre. buatku yang penting mr hubby dari sisi intelegensi dan pendidikannya bagus, tanggung jawab dan serius bekerja, trus dia pernah kerja di kantor akuntan dan bank, insya Allah pekerjaan bisa didapat dengan modal itu, nanti rejeki akan menyesuaikan sendiri dengan hasil kerja.

setelah tunangan sebelum nikah itu aku nekat nyewa rumah kontrakan dekat kantorku di bintaro supaya abis nikah langsung ditempati. bisa dibilang mostly biaya memang aku yang keluar karena aku juga punya tabungan dari ortu.

waktu itu kita juga berpikir 2 tahun lagi aku berhak dapat pinjaman rumah bunga rendah dari kantorku sehingga bisa KPR, sekarang sewa rumah dulu 2 tahun. lalu setahun lagi bisa dapat pinjaman mobil dari kantorku. 

abis nikah itu mr.hubby mungkin ada 3-4 bulan belum dapat kerjaan, jadi hanya mengandalkan gajiku buat rumah tangga. abis nikah sebulanan aku juga langsung hamil. 

agak ngeri juga karena mr hubby belum dapat kerja, rumah masih sewa, aku hamil dan bank tempat kerjaku juga kena krismon tapi alhamdulillah masih terselamatkan bank tempat kerjaku itu. tapi aku yakin, di pikiranku cuma terlintas hal2 rasional bahwa kita berdua masih muda, punya kapasitas berpikir dan pendidikan yang baik, insya Allah survive dengan segala upaya.

ternyata Allah memang baik. sebelum sampai setahun waktu aku lagi hamil beberapa bulan datanglah rejeki anak. misua dapat kerjaan walopun jauh lokasinya, lalu aku bisa ambil pinjaman mobil Espass. 

lalu nggak berapa lama di kehamilan sekitar 7 bulan itu aku dapat rejeki pembagian waris dari alm Bapakku sehingga bisa kubelikan rumah kecil di Bintaro sektor 9. alhasil sewa rumah nggak sampai selesai. Alhamdulillah.. 

dan life is going on.. anak kedua lahir. kita pindah rumah beberapa kali, kita juga pindah kerja beberapa kali dan kita berdua tetap bekerja saling membantu satu sama lain sampai sekarang. 

dan sekarang menjelang 23 tahun pernikahan aja gak terasa. fikri kuliah semester 6 kedokteran atmajaya dan selma kuliah semester 2 arsitektur UI. 

apakah berantem? ya sering seperti pasangan lain.

kadang aku mereview perjalanan pernikahan kita. bahwa memang lebih menguatkan jika semuanya diupayakan berdua, khususnya finansial.

aku gak membayangkan jika dari awal dapat suami kaya raya lantas aku dianggap apa, pasti harus sangat mengalah dan diungkit2 sepanjang waktu tentang seberapa besar yang telah dikeluarkan dari pihak laki2.

mungkin jika dari awal laki2 sudah mapan dengan karir dan banyak uang, dia bakal kepikiran aneh2, gampang tergoda dan gak akan berpikir panjang mengeluarkan uang untuk kesenangan2 laki2 atau terbujuk pihak2 lain. ya walopun gak semua laki2 gitu ya.

beda cerita dengan kita yang dari awal secara finansial harus kerja keras berdua, nabung2, beli ini itu harus effort, anak2 perlu biaya studi yang banyak, harus nabung banyak untuk masa tua juga.

lalu sebagai istri juga harus mengimbangi suami dengan wawasan dan penampakan yang baik. karena aku kerja, biasa mimpin rapat dan punya anak buah banyak, aku bisa menghandle mr hubby karena karakter dia yang kadang emosian ke orang dan kadang2 suka menyepelekan orang. lalu mengenai penampilan maksudnya cukup bisa menyesuaikan diri, jangan malu2in kalo lagi mendampingi atau jalan bareng. gak perlu menor karena memang gak bisa dandan, tapi setidaknya bentuk badan terjaga, bersih dan rapih.

kembali ke nikah dini yang berujung cerai lantas gimana?

menurutku sih usia 17 masih jauh banget. lebih baik nikah daripada zina? ini aku gak setuju banget. emangnya dalam hidup anak 17 tahun yang dipikirin cuma ML? kalo cuma itu fixed kalian emang otaknya cetek pikirannya cuma mesum karena gada kerjaan dan gak punya cita2 ke depan. masih banyak hal yang harus dilakukan selain mikirin ML di usia 17. 

harusnya usia 17 itu belajar sungguh2, nugas kuliah, aktif di kegiatan kemahasiswaan, ikut aneka ekskul di kampus, nyari sampingan proyek, merintis bisnis, nyicil skripsi, bantuin kerjaan ortu di rumah, bantuin adik belajar, cari cara biar cepet lulus dan segudang kegiatan lainnya. kalau masih kepikiran ML juga, banyakin puasa senin kamis or puasa daud. nikah itu yang dilakuin gak cuma ML gaes, tanggung jawabnya banyak, seumur hidup sampai maut memisahkan. bahkan kalo udah nikah ML itu bagi sebagian ibu2 malah jadi beban.

jadi ya gitu deh. puas2in masa remaja dan selesaikan pendidikan dulu. masa muda gak akan terulang lagi. begitu udah puas dengan masa muda yang penuh dengan berbagai pengalaman dan pembelajaran, saat menikah kita sudah siap untuk fokus ke babak baru dalam hidup, karena di dalamnya ada pasangan dan anak2 yang harus diurus. karena menikah adalah ibadah terpanjang dalam hidup..




Tuesday 11 May 2021

berjalan ke next step..

Menulis lagi setelah sekian lama dan masih tetap pandemi entah sampai kapan.

Pekerjaan kantor masih rumit dan dikejar penyelesaian seperti biasanya. Tapi pelan2 selesai satu per satu. Penilaian kinerja akhirnya selesai, insentif rampung, urusan2 kenaikan pegawai juga beres. Bulan maret kemarin perjuangan buat ngurusin vaksinasi, kesana kemari akhirnya bisa menyelenggarakan vaksinasi buat seluruh pegawai di kantor, termasuk anak2ku bisa kuikutsertakan juga.

Alhamdulillah ada sedikit rejeki untuk pelunasan sebagian kecil KPR, biarpun begitu perjalanan KPR masih panjang. Rumah lama yang kuharapkan bisa dijual cepat ternyata sulit banget penjualannya, jadi sabar2 aja padahal rencananya untuk melunasi KPR yang sekarang.

Nggak terasa udah 11 tahun lebih kerja disini. Bisa dibilang tiap tahun pengen cabut karena pusing dengan segala kerumitan birokrasi dan kekakuan proses kerja, puncaknya tahun lalu ketika dengan terang2an pimpinan tertinggi sengaja merekrut orang buat pesaing aku. Dan orangnya betul2 annoying dan selalu menyerangku di berbagai forum. Sedangkan waktu itu aku juga betul2 nggak cocok dengan atasanku yang lama. 

Belum lagi ketambahan ganti pimpinan eksekutif yang serba gak paham, lalu ganti big boss, dan ketambahan pandemi yang gak kelar2 sedangkan aku dan tim harus ngurusin prokes dan penanganan covid di kantor. Jadi bisa dibilang sepanjang tahun lalu tekanan lahir batinku betul2 luar biasa. Entah kenapa aku bisa bertahan dengan waras, khususnya menghadapi betapa prohire yang direkrut sebagai pesaingku itu sedemikian mengganggu dan menyerangku di berbagai forum, yang membuat orang2 menganggapku gak kompeten, lalu pimpinan eksekutif yang rapat2nya selalu bersambung dan sampai tengah malam, serta urusan penanganan covid di kantor.

Sejak akhir tahun sebetulnya ada pergantian pimpinan, alhamdulillah atasanku diganti. Atasanku yang sekarang ini biarpun sering negative thinking, terlalu kaku dan cenderung berpihak ke orang2 tertentu serta menunjukkan ketidaksukaan pada sejumlah orang yang berakibat pada banyak hal, tapi setidaknya dia percaya ke aku untuk penyelesaian pekerjaan, nggak ribet ngejar2 urusan printilan kalimat per kalimat, huruf per huruf kayak atasan lama yang background-nya hukum itu.

Biarpun atasan relatif enak, tapi gantian pimpinan eksekutif yang memusingkanku karena gak percayaan, kuatir ambil risiko dan nggak efektif dalam bekerja. Rapat yang terus-menerus tanpa keputusan, sekian putaran rapat, kembali lagi ke awal dan seterusnya, hanya karena gak percaya dan takut dengan risiko. Betul2 melelahkan karena 24 jam full kerja akhirnya dengan aneka rapat itu, belum lagi urusan operasional unit kerja.

Apalagi dengan tambahan aneka amanat di lembaga tempatku bekerja ini, nambah terus yang mengakibatkan pengaruh ke urusan kebutuhan orang dan pengelolaan sdm-nya. Akibatnya pekerjaan gak beres2, berasa kurang orang terus, baru dibenahi dikit udah berantakan lagi perlu perluasan, segala macam peraturan perlu diperbaiki. Mending kalo perbaikannya simpel, ini birokrasinya luar biasa, berbelit-belit, berjenjang2, sekian putaran pembahasan balik lagi ke awal, kajian ini itu, persetujuannya panjang bener dan belum tentu disetujui, dan ujung2nya dihadang audit jika udah diterapkan. Berulang terus gitu sampai upin dan ipin numbuh rambut.

Lalu ada 1 anggota dewan pimpinan yang amit2 trouble maker sepanjang waktu, kasar banget dan nyelekit dan gak tobat-tobat walaupun sudah 2x kena teguran Yang Di Atas lewat pemasangan sekian banyak ring jantung, lalu awal tahun ini kena covid yang parah sampai harus transfusi plasma.

Aku jadi inget pengalaman berharga kemarin selama ngurusin covid orang sekantor. Siang malam dibombardir penanganan covid, banyak banget pegawai dan keluarganya yang kena, belum lagi pimpinan2. Betul2 24 jam karena hasil swab kebanyakan keluar di atas tengah malam, belum lagi temen2 harus cariin RS buat rawat inap which is itu luar biasa susahnya karena semua penuh dan untuk covid dibatasi, cariin tempat isolasi, sampai harus nyari donor plasma konvalesen. Lalu ngurusin vaksinasi sekantor yang sedemikian birokratisnya. Suatu pengalaman yang semoga tidak akan terulang lagi. Pandemi please berhentilah...

Sejak beberapa tahun lalu aku sudah bertekad ingin pindah kerja ke tempat lain dengan kondisi pensiun dipercepat di kantorku ini, supaya terhormat sebagai pensiunan dini. Sejak akhir tahun lalu sebetulnya aku sudah hunting kesana kemari, titip2 ke kenalan2ku, mantan atasan2ku, siapa saja pokoknya untuk tempatku pindah. Tapi namanya cari tempat baru itu memang susah banget, di masa biasa aja susah apalagi di saat pandemi.

Nah di awal bulan april kemarin temenku di kantor yang juga dulu pernah sekantor di tempat lama, kasih info kalau ada vacancy di salah satu bumn kecil, lalu refer untuk tanya ke mantan atasanku yang sekarang statusnya lagi diparkir karena alasan gak jelas. Aku lalu tanya beliau dan beliau info nomor telpon direkturnya, minta untuk kontak langsung.

Dengan tanpa harapan besar, akupun kontak beliau, lalu kirim cv, ternyata lanjut dipanggil interview bertahap. Pertamanya dengan corporate secretary, lalu dengan kadiv investment, lalu dengan beliau sendiri, lalu dengan CEO. Setelah itu lanjut asesmen psikologis, dan nanti tes kesehatan setelah lebaran.

Interview dengan calon atasanku yang kebetulan teman mantan atasanku, dan kenal dengan beberapa orang yang senior di kantor. Kelihatannya nyambung aja dan beliau kelihatannya baik. Lanjut interview dengan dirut, dimana kebetulan banget bahwa dirut ini eks banker di bank tempat kerjaku sebelumnya, jadi obrolannya nyambung. Beliau welcome dan info kalau perusahaan ini kecil saja. Yang lebih penting culture-nya kelihatannya pas. Aku sudah 25 tahun kerja dengan jenis perusahaan atau institusi yang lokal atau nasional, akan sulit jika harus masuk ke culture yang internasional atau perusahaan keluarga misalnya.

Terus terang untuk proses seleksi ini aku nggak nyangka prosesnya bakal secepat itu dan lancar. Interview beberapa tahap lolos, asesmen lolos, tes kesehatan lolos, lanjut offering. 

Sekarang ini aku lagi galau untuk next stepnya. Suasana kantor udah gak nyaman banget dan banyak ancaman. Aku juga berpikir untuk ke depan, karena posisiku juga sudah mentok, lalu aku sudah eligible ambil pensiun dipercepat, serta tawaran dengan kondisi seperti ini dengan lokasi dekat, jumlah karyawan sedikit dan tawaran ini nggak datang dua kali.

Bismillah.. it flow aja, jika memang rejeki dan jalannya maka akan dimudahkan. Semoga diberikan kelancaran dan kemudahan untuk langkah selanjutnya. Aamiin YRA..