Sunday 19 July 2020

take a breath and hold on

Kondisi pandemi seperti ini dan situasi kerja betul2 nggak kondusif. Apa2nya musti menunggu. Rumah yang mau dijual untuk melunasi KPR rumah yang sekarang juga masih harus nunggu, karena penjualan rumah lagi pandemi itu sulit. Pengen resign pensiun dipercepat trus kerja di tempat lain juga masih harus menunggu, karena lagi pandemi pastinya sulit cari kerjaan.

Menunggu september sambil harap2 cemas karena pergantian pimpinan2 tertinggi, dimana big boss masih terus berusaha entah gimana caranya agar bisa bertahan sedangkan kita semua udah pengen banget dia selesai jabatannya. Lalu pimpinan eksekutif yang super lelet dalam mengambil keputusan karena takut risiko, gada pengalaman manajerial. Akibatnya semua proses bisnis terkendala, sedangkan target KPI jalan terus. Belum lagi ada jabatan fungsional yang tampaknya sengaja di-compete ke posisiku, bikin aku kesel banget karena orangnya demanding banget dan sok tinggi.

Terus terang aku udah putus asa. Bertahan di sini betul2 hanya menunggu kesempatan dari tempat lain untuk pindah. Tapi semuanya serba gak jelas. Bukannya aku gak bersyukur dengan semua yang telah diperoleh di sini. Tapi sejujurnya sejak pertama bergabung sampai 10 tahun lebih ini aku merasa bahwa setiap tahun aku selalu ingin resign, aku putus asa menghadapi segala tembok yang ada disini. Ibarat disuruh lari mengejar target tapi kaki dan tangan dipegangi sehingga kita gak bisa bergerak. Kendala aturan, birokrasi, tidakberanian mengambil keputusan dari pimpinan sekaligus bersamaan dengan keberanian untuk melanggar aturan dari pimpinan, arahan2 yang tidak jelas dan memaksa untuk memikirkan gimana caranya arahan itu bisa jalan padahal kita tau ketentuannya sebetulnya tidak bisa. Belum lagi politik karena kubu2an yang sedemikian bencinya antar kubu, sedangkan aku dan temen2 yang bukan dari kubu siapa2 itu terkena imbasnya juga. Susah untuk menggambarkan dalam bentuk kata-kata.

Aku merasa bahwa selama 10 tahun lebih disini aku harus berjuang sendiri, sejak awal harus mengupayakan apa2 sendiri karena ketentuan tidak bisa, atau tidak ada. Menyedihkan. Yah walaupun akhirnya apa yang kuperjuangkan itu bisa terjadi, tapi itu betul2 bikin nyesek karena di tempat lain nggak bakalan kayak gitu.

Sejujurnya aku merindukan sosok pimpinan yang bisa melindungi. Tapi gak ada. Baru kali ini seumur hidupku aku punya atasan yang bener2 nggak cocok denganku, jalan pikirannya gak bisa kumengerti karena orang hukum memang rumit, lalu nggak pernah memperjuangkan anak buahnya. Bahkan untuk aku bisa menjadi definitif aja setengah mati aku berjuang sendiri lewat atasan orang lain, atasanku sama sekali tidak membelaku. Yang ada hanya mengkritik dan menyalahkan terus, aku dan anak2 buahku. Padahal ini adalah bidangku dan bukan bidang dia. Kadang aku berpikir sebetulnya siapa yang lebih mengerti mengenai bidang ini, udah kebalik2 semua hiks. Padahal selama 22 tahun aku bekerja di beberapa perusahaan, aku selalu cocok dengan atasan2ku, bisa banget bekerjasama dan saling back up. Tapi yang satu ini betul2 aku gak paham. Dan dia memang tidak cocok dengan semua orang juga.

Karena itu sebetulnya aku pengen banget cabut pas setelah 10 tahun kerja disini, bisa pensiun dipercepat dan lanjut kerja di tempat lain. Tapi apa daya malah pandemi. Lalu perubahan kewenangan institusi yang membuatku shock karena bakal ada pimpinan2 independen yang bakal jadi rebutan dan menyusahkan, belum lagi fungsional tandingan, belum lagi desakan dari pimpinan untuk egonya meninggalkan legacy dengan membuat aneka yayasan gak jelas. Aku betul2 lelah...

Jangan2 berbagai kejadian di rumah yang baru kita tinggali setelah pindahan ini adalah firasat dari perubahan2 yang tadi kutuliskan. Yang terbesar kemarin adalah kaca atap carport pecah berhamburan padahal gak ada apa2. Ngeri banget menimpa mobil kita. Untungnya gak ada orang di bawahnya. Tapi itu betul2 bikin shock karena membahayakan.  Perasaanku udah gak enak banget. Dan ternyata minggu ini temenku setyo kasih info tentang perluasan wewenang itu, dengan pimpinan independen yang jadi banyak, dengan usia yang ngotot untuk dinaikin supaya pimpinan bisa tetep lanjut. Hadehh langsung malesin banget.

Sejujurnya penyesalanku terbesar adalah aku keluar dari bank tempatku bekerja selama 11 tahun. Tapi aku keluar juga setelah melihat dunia luar dari kuliah S2 bahwa teman2ku bekerja di oil industry kelihatannya gak terlalu hectic. Padahal di bank tempatku bekerja itu buatku merupakan tempat yang paling banyak aku bisa belajar setelah lulus kuliah, mulai dari nol. Suasananya betul2 sangat kondusif, pimpinan2nya mengayomi dan mendorong pengembangan, atasan, rekan dan bawahan juga saling mendukung satu sama lain.

Di bank itu pulalah aku ketemu jodohku, dapat pinjaman rumah, mobil, komputer dari kantorku, melahirkan anak2 dengan biaya kantor, bahkan S2 juga dibiayai kantor. Di situ pulalah aku belajar banyak dari atasan2ku yang bagus2 dan sangat supportif serta memberikan arahan yang jelas. Kadang aku masih sering sentimentil jika ingat bank tempat kerjaku dulu, begitu banyak kebaikan yang telah diberikan. Walaupun sekarang tentunya beda banget karena sejak tahun 2008 merger dengan bank lain, yang pastinya kita nggak bisa kembali lagi kepada kenangan indah itu. Anyway aku masih ber-banking dengan bank ini yang walaupun sudah merger, dan aku akan selalu ber-banking dengannya.

Kembali ke kondisiku kini, semoga ada titik terang mengenai tempat lain. Aku betul2 sudah memutuskan untuk tidak berlanjut. Aku harus memulai hidupku di tempat kerja yang lain yang lebih simpel dan tidak complicated seperti ini. Tapi harus bersabar karena situasi pandemi ini. Semoga Allah memberi jalan dan kemudahan, dan semoga semesta mendukung...