Sunday, 17 March 2024

my mini me

Kadang aku merasa bersalah kepada anak2ku. Sebagai ibu bekerja karena memang perlu biaya hidup banyak, aku nggak bisa ngasih perhatian khusus kepada mereka dan jaman dulu nggak punya ilmu untuk membentuk fisik mereka karena akses media juga belum kayak sekarang, walaupun aku nggak yakin ibu2 lain juga ngasih perhatian full ke anak2nya.

Aku bersyukur dikarunia anak cowok dan cewek yang Alhamdulillah nggak nyusahin dari kecil, dengan kecerdasan yang baik yang pastinya lebih dari aku. Fikri di kedokteran lagi koas dan selma lagi skripsi di teknik arsitektur. Sebagai orang yang sadar betul bahwa kemampuan berhitungku sangat memprihatinkan, sejujurnya aku heran kenapa anak2ku itu eksakta banget. Yah sedikit banyak tentu mr.hubby yang kemampuan berhitungnya jitu. Aku sendiri kuat di hapalan dan logika. Aku sangat suka menghafal waktu jaman sekolah. Nggak heran aku selalu langganan ranking 1-3 dari esde sampe lulus kuliah, masuk PTN tanpa tes dan kendati sekarang bertanya2 rasanya gak ada yang nyangkut ilmunya hehe..

Khususnya untuk selma sejujurnya aku sedih karena dari sisi fisik dia nggak bisa optimal. Entah apa yang salah tapi tinggi dia mentok hanya di 150cm, padahal aku 158cm. udah segala cara dicoba tapi nggak berhasil, pernah ke dokter juga katanya dari rontgen celah tulangnya udah maksimal. Dengan tinggi minimalis ini sangat berpotensi jadi gemuk karena perkembangan otomatis ke samping. 

Waktu dia sekolah di labs, kegiatannya super padat yang menyebabkan dia tidur kemaleman terus, barangkali itu salah satu penyebab macetnya tinggi badan. Susu sebetulnya terus2an dari kecil, tapi latihan fisik barangkali kurang. Tapi dia sebetulnya nari bali terus dan ikut ekskul2 menari, hanya saja memang bukan yang basket atau yang loncat2. Masa kecil berenang juga tapi nggak lama. 

Trus dia ada scoliosis juga, sempat pakai ciropraktik tapi waktu itu ribut2 semua praktek ciro harus ditutup sama pemerintah. Minum susu dan macem2 tapi malah jadi melebar. Puncaknya ketika musim covid semua nggak keluar rumah selama 2 tahun, berat badannya langsung melambung mencapai 65kg.

Repotnya dia nggak ada kesadaran dari diri sendiri untuk menjaga pola makan, padahal kita udah bawa dia ke klinik gizi. Waktu itu sempat turun sampai 58kg, tapi karena bukan keinginan sendiri akhirnya melonjak lagi. Dan terakhir waktu dapet beasiswa studi riset 5 bulan di jepang nggak ada yang mengontrol lagi makannya, alhasil naik lagi rasanya lebih dari 65kg.

Yang lebih sedih lagi, mungkin karena overweight itu alhasil jadi gangguan reproduksi. Dimulai ketika akhir esema itu mens-nya mulai jarang, pas masa covid 2 th di rumah mungkin ada 6 bulan nggak mens dan akhirnya kita bawa ke obgin di pondok indah. Waktu itu dapet prof muharram, disuruh tes AMH dan ternyata rendah sekali cadangan sel telurnya. Penyebabnya apa nggak tau. Sempet tes kromosom juga di RSCM dan hasilnya nggak ada kelainan. Kesimpulannya sel telur berkurang atau mungkin dari awal memang sudah sedikit cadangannya. 

Repotnya juga waktu istirahat dia sangat kurang karena kesibukannya di teknik arsitektur, tugas2 menggambar di studio sampai pagi, belum lagi aneka kesibukan berorganisasi, magang, menari dll. Memang anaknya sangat pekerja keras. Karena kost di dekat UI maka makannya juga nggak taulah gimana. Alhasil makin parah siklus mensnya.

Aku prihatin banget karena bagaimanapun perempuan itu reproduksi sangat berpengaruh. Aku kuatir banget beresiko menopause dini. Aku yang setua ini aja masih mens, masa iya dia lebih cepat menopause T_T .. dan seperti diketahui ketika meno maka aneka fungsi berkurang dan risiko kesehatan semua bertambah seperti orang tua. Aku benar2 nggak rela dia akan mengalaminya.

Aku nggak meragukan kecerdasan dia, kemauan keras dan motivasi dirinya kuat banget. Tapi untuk urusan diet, benar2 aku nggak tau gimana cara membangkitkan itu dari diri dia sendiri.

Sampai akhirnya saatnya dia pulang dari studi di Jepang dan mulai skripsi, dia harus segera ke obgin dan ke klinik gizi. Setelah dokter obginnya kasih penjelasan panjang lebih, aneka risiko dan bahwa obesitas bisa jadi berpengaruh, maka akhirnya pelan2 kesadarannya muncul. Lanjut ke dokter gizi untuk program penurunan berat badan. Rasanya 2 minggu ini mulai menunjukkan kemajuan. Apalagi mr. hubby turun tangan langsung setelah aku bolak balik mengutarakan kekuatiranku tentang masalah reproduksi ini yang mungkin bersumber dari obesitas. Lalu dia juga minum vit D, Q10 dan DHEA sesuai saran dokter untuk memperbaiki kadar AMHnya.

Sejujurnya aku kuatir next bagaimana. Anakku yang dikaruniai wajah cantik, kecerdasan dan berkemauan keras dalam mencapai target2nya, sangat suka menari dan punya jiwa seni tinggi, tapi dia juga ada kendala fisik dan nggak tau nanti urusan reproduksinya bagaimana. Aku galau karena hingga usia 22 ini dia belum ada tanda2 didekati cowok2, nggak seperti aku jaman dulu kerjaannya pacaran mulu.

Aku sangat berharap nanti dia menikah dengan laki2 seagama yang setara dari sisi pendidikan, kecerdasan, kemauan, latar belakang keluarga dan sosial ekonomi, nggak patriarki, memperbolehkan dia bekerja dan berkreasi, dan bisa menerima dia apa adanya termasuk dari keluarganya, dengan konsekuensi mungkin reproduksi dan hormon2nya nggak seperti perempuan pada umumnya. 

Aku benar2 berjanji akan menjaga anak perempuanku itu untuk tidak disakiti siapapun. Jika aku bisa bekerja dan mencapai posisi saat ini, maka anak perempuanku juga harus bisa, apalagi dia jauh lebih pintar dan berkemauan keras daripada aku. My mini me has to be better than me..

Semua usaha dalam proses dilakukan. Semoga selma segera normal kadar AMH-nya dan kembali normal berat badannya… aamiin YRA